Proses integrasi kawasan ASEAN ialah proses yang tidak dapat diubah (irreversible). Integrasi di berbagai bidang mau tidak mau mensyaratkan pemahaman yang cukup mendalam terhadap unifikasi tersebut guna memanfaatkannya secara maksimal. Namun, kesadaran akan proses integrasi inilah yang menjadi momok bagi Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia tidak menyadari proses tersebut, atau bahkan tidak tahu tentang keberadaannya. Dengan melihat kondisi itu, salah satu jalan utama untuk meningkatkan pemahaman masyarakat dan meningkatkan pemanfaatan skema integrasi kawasan ini ialah melalui pendidikan. Namun, siapkah sistem pendidikan Indonesia untuk meningkatkan pemahaman generasi muda terhadap proses regionalisasi yang telah berjalan ini?
Proses integrasi ASEAN sebenarnya bukanlah hal baru. Upaya pengintegrasian bahkan telah jauh dicanangkan melalui persetujuan bersama negara ASEAN untuk merumuskan ASEAN Free Trade Area pada 1992, yang akhirnya mulai direalisasikan pada 2000. Begitu pula dengan kesepakatan ASEAN Vision 2020 yang disepakati pada 1997 untuk mengintegrasikan ASEAN lebih mendalam, yang menjadi embrio pembentukan ASEAN Community yang telah dijalankan sejak akhir 2015 lalu. Integrasi di bawah ASEAN Community merupakan upaya integrasi kawasan di tiga pilar utama, yaitu pilar politik-keamanan, pilar ekonomi, dan pilar sosial-budaya. Di bawah pilar politik-keamanan, kita dapat melihat kerja sama dan koordinasi antarnegara ASEAN terus meningkat, terutama di sektor integrasi infrastruktur dan people movement serta peningkatan kerja sama keamanan, mulai koordinasi keamanan perbatasan hingga koordinasi melawan terorisme.
Begitu pula dengan pilar ekonomi, kita dapat melihat implementasi skema perdagangan bebas kawasan yang terus meningkatkan jumlah perdagangan intrakawasan, yang pada akhirnya mampu mendorong pengembangan rantai produksi regional. Implementasi di pilar sosial-budaya juga diharapkan mampu memberikan efek yang cukup besar, seperti dalam upaya peningkatan sumber daya manusia, penyempitan jarak pembangunan antarnegara, dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang integrasi ASEAN (ASEAN Awareness). Walau begitu, ketidaksiapan dalam menghadapi integrasi ini juga memiliki dampak yang serius. Ketidaktahuan akan proses unifikasi ini memberikan kerugian akan potensi pengembangan pasar dan berupa ketidaksiapan dalam menghadapi masuknya persaingan dari negara-negara tetangga. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya perusahaan negara tetangga yang sudah mulai mengekspansikan sayap usaha ke negara kita.
Skema integrasi kawasan ini pun cenderung lebih banyak dinikmati perusahaan-perusahaan besar Indonesia karena mereka memiliki persiapan yang lebih matang di dalam menghadapi ASEAN Community dan lebih siap dalam memanfaatkan skema tersebut. Berbeda dengan usaha-usaha yang lebih kecil, yang lebih banyak memfokuskan diri ke pasar nasional ataupun pasar-pasar negara partner dagang tradisional Indonesia. Di sini, pendidikan merupakan sektor krusial dalam mendorong peningkatan pemahaman masyarakat, terutama generasi muda, untuk siap menghadapi ASEAN Community serta siap untuk memaksimalkan pemanfaatannya. ASEAN telah merumuskan dan meluncurkan skema ASEAN Curriculum pada 2012 yang berisi panduan pengenalan konsep ASEAN sebagai satu komunitas tunggal kawasan Asia Tenggara guna membantu tenaga pengajar dalam memperkenalkan konsep ASEAN kepada siswa-siswa di tingkat pendidikan dasar dan menengah.
ASEAN Curriculum bukanlah pengganti kurikulum pendidikan yang telah ada dan berjalan di setiap negara, melainkan hanya suplemen tambahan untuk membantu memperkenalkan konsep ASEAN kepada siswa sesuai dengan tingkatan pendidikannya. Indonesia memiliki potensi yang cukup besar dalam mengintegrasikan ASEAN Curriculum ke dalam kurikulum sistem pendidikan nasionalnya. Di dalam kurikulum pendidikan terakhir atau yang sering disebut dengan Kurikulum 2013, telah dilakukan pengembangan untuk meningkatkan penyelarasan pengembangan pendidikan di bidang sikap, pengetahuan, dan keterampilan siswa. Selain itu, kurikulum ini mulai memperkenalkan strategi pembelajaran tematik integratif yang tidak lagi mengotak-ngotakkan pembelajaran berdasar mata pelajaran, tapi lebih menggabungkan berbagai materi dalam pengajaran di kelas. Pemanfaatan pembelajaran tematik integratif sendiri memberikan keuntungan bagi proses integrasi ASEAN Curriculum ke dalam sistem kurikulum pendidikan nasional. Materi-materi pengenalan ASEAN dapat mulai diperkenalkan melalui pembelajaran IPS atau bahasa, misalnya. Dengan begitu, guru tidak perlu menyediakan ruang tambahan mata pelajaran khusus bagi penyampaian materi ini.
Terlepas dari berbagai perdebatan yang terjadi mengenai pemberlakuan kurikulum 2013 ini, tidak dapat dimungkiri urgensi untuk mengadaptasikan materi ASEAN Curriculum ke dalam materi kurikulum yang telah berjalan saat ini. Hal ini diperlukan agar generasi muda Indonesia semakin sadar akan posisinya yang tidak hanya sebagai bagian dari Indonesia, tapi juga menjadi bagian dari komunitas kawasan yang lebih luas. Meski begitu, ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian di dalam proses adopsi ASEAN Curriculum ini. Pertama, wawasan tenaga pengajar mengenai ASEAN perlu ditingkatkan karena selama ini wawasan pembelajaran nasional cenderung lebih banyak didominasi wawasan level nasional saja. Para tenaga pengajar perlu mendapatkan pelatihan untuk mengajarkan level pemahaman regional kepada para siswa untuk dapat membantu siswa lebih memahami konsep ASEAN.
Kedua, ketersediaan literatur mengenai ASEAN. Tidak dapat dimungkiri literatur bahan ajar tentang ASEAN sangatlah terbatas, yang akan menyulitkan tenaga pengajar untuk meningkatkan pemahaman dirinya maupun pemahaman siswa dalam memahami konsep regionalisme tersebut. Yang terakhir, willingness pemerintah untuk mendorong perwujudan adopsi ASEAN Curriculum. Walaupun ASEAN Curriculum diresmikan di Indonesia pada 2012, bukan berarti secara otomatis pemerintah Indonesia mendorong implementasinya secara meluas di sistem pendidikan nasional. Hal ini terbukti dari sosialisasi ASEAN yang hanya sampai tingkat workshop ataupun seminar, dan tidak ada indikasi pengenalan lebih mendalam, terutama ke kurikulum pendidikan dasar dan menengah.