Menuntut Ilmu Guna Meninggikan Derajat dan Memperluas Manfaat: Refleksi Diri Bagi Akademisi Hubungan Internasional
Ditulis oleh Enggar Furi Herdianto
Menuntut ilmu merupakan suatu kewajiban manusia yang telah disampaikan oleh Allah SWT. Hal ini telah tersampaikan dengan jelas dalam Q.S. Al-Mujadilah ayat 11:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قِيْلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوْا فِى الْمَجٰلِسِ فَافْسَحُوْا يَفْسَحِ اللّٰهُ لَكُمْۚ وَاِذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَانْشُزُوْا يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu ‘Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,’ lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Apabila dikatakan, ‘Berdirilah,’ (kamu) berdirilah. Allah niscaya akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan,” (QS. Al-Mujadilah : 11)
Ayat tersebut menjelaskan pentingnya menuntut ilmu dalam menjaga keimanan. Dengan menuntut ilmu, kita akan semakin merasa dekat dengan Allah SWT., karena dengan ilmu kita semakin memahami kebesaran Allah SWT. serta dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki akan memungkinkan kita untuk melakukan kebaikan yang lebih luas pada masyarakat yang lebih luas. Oleh karenanya, setiap Muslim diwajibkan untuk terus memperdalam ilmu bahkan hingga akhir hayat tidak hanya untuk meningkatkan derajat pribadi namun juga untuk meningkatkan manfaat terhadap sesama (Amin, 2025).
Berkaca dari penjelasan di atas, tentu membawa kita melihat kembali terkait ilmu apa saja yang telah kita pelajari. Sebagai seorang akademisi yang memperdalam keilmuan yang lebih terfokus, tentu saja terkadang kita berhadapan dengan dilema dan pertanyaan, bagaimana kira-kira keilmuan yang telah dipelajari ini tidak hanya berguna sebagai status derajat dalam masyarakat, namun juga dapat secara praktis bermanfaat bagi sesama. Mungkin bagi akademisi yang berkutat pada keilmuan praktis akan lebih mudah dalam menerjemahkan hal ini, semisal akademisi di bidang kesehatan dapat langsung mempraktikkan keilmuannya pada orang yang membutuhkan perawatan kesehatan, atau bagaimana keilmuan arsitektur yang dapat menggunakan keilmuannya dalam mendesain fasilitas umum yang dapat dimanfaatkan bersama dalam lingkungan tempat tinggalnya. Namun, bagaimana dengan keilmuan lain yang bersifat lebih makro, misal seperti Hubungan Internasional yang berfokus pada hubungan antar negara?
Saya yakin pertanyaan di atas banyak muncul terutama dalam benak mahasiswa yang tengah mendalami keilmuan yang bersifat makro dan tidak secara langsung bersentuhan dengan kegiatan keseharian di masyarakat. Pertanyaan ini semakin menguat ketika dibenturkan dengan keinginan untuk berkontribusi pada masyarakat sesuai keilmuan yang dimiliki, seperti saat mahasiswa menjalankan Kuliah Kerja Nyata (KKN) atau saat dosen hendak melakukan kegiatan pengabdian masyarakat. Apalagi bila program dakwah maupun pengabdian masyarakat kurang dipandang kelompok masyarakat sebagai bagian dari aplikasi ilmu yang didalami.
Sebelum berdiskusi lebih lanjut, kita perlu meresapi dulu apa makna dan tujuan dari keilmuan yang dipelajari. Dalam keilmuan hubungan internasional, terlihat bahwa kita tidak hanya mempelajari mengenai dinamika politik saja, namun juga bagaimana dinamika global memengaruhi kehidupan masyarakat sehari-hari. Dengan kata lain, kita membuka perspektif baru dalam memandang fenomena yang terjadi di sekitar kita, bagaimana kita semua sangat terkait dengan apa yang terjadi di belahan dunia lain meski kita tidak menyadarinya. Dari sini, kita melihat bagaimana konsep teoritis yang kita pelajari mampu menjelaskan fenomena yang dihadapi dalam kehidupan nyata, dan mampu menjadi landasan analisis untuk kemudian melakukan tindakan yang berdampak lebih luas. Bahkan, hal ini juga bisa mendorong kita untuk bisa menyuarakan keresahan terkait ketidakadilan kelompok di bagian dunia lain melalui gerakan yang dilakukan secara lokal di tempat tinggal kita. Lalu, dari penjelasan tersebut, apa yang bisa akademisi hubungan internasional lakukan untuk memperluas manfaatnya?
Banyak hal yang bisa dilakukan, dari hal sederhana hingga yang berdampak lebih luas. Dari pemahaman keilmuan yang kita miliki, kita bisa mulai dengan memanfaatkan media sosial untuk berbagi ilmu maupun berdiskusi bersama terkait isu-isu internasional yang ada di sekitar kita, seperti isu kesadaran lingkungan, dewasa dalam berdemokrasi, serta isu-isu lainnya. Kita juga bisa memanfaatkan forum-forum lebih luas untuk dapat melakukan diskusi publik, advokasi, maupun gerakan sosial lain guna mendukung pengembangan masyarakat, mulai dari isu mendorong pemanfaatan integrasi ASEAN bagi generasi muda hingga menyuarakan ketidakadilan yang dihadapi Palestina. Hal ini searah dengan keilmuan hubungan internasional yang berusaha untuk melawan ketidakadilan global serta di saat yang sama juga membangun solidaritas transnasional, serta perintah Allah agar kita sebagai insan manusia menjadi rahmat bagi seluruh alam.
وَمَآ أَرْسَلْنَـٰكَ إِلَّا رَحْمَةًۭ لِّلْعَـٰلَمِينَ
Artinya: “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya’ : 107)
Luasnya cakupan keilmuan hubungan internasional juga memungkinkan kita untuk dapat berkontribusi di berbagai hal. Di sini, keilmuan hubungan internasional dapat menjadi jembatan antara konseptual, praktik yang berkeadilan dalam masyarakat luas dari tatanan global yang ada, hingga nilai-nilai Islam yang dapat disematkan dalam setiap langkah dan pemikiran tersebut. Upaya memperluas manfaat melalui berbagai lini tersebut di atas tidak hanya mengantarkan untuk menuju masyarakat yang lebih baik, namun juga untuk membangun peradaban berkeadilan dan berlandaskan pada nilai-nilai Islam yang universal guna menebarkan rahmat bagi seluruh alam.
Wallahu A’lam Bishawab