Universitas Islam Indonesia (UII) menyelenggarakan Forum Debriefing Kepala Perwakilan Republik Indonesia yang diorganisasi oleh Program Studi Hubungan Internasional (PSHI) UII dan Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri (BSKLN) Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI. Forum Debriefing bertajuk “Diplomasi Ekonomi Indonesia dalam Kerangka EFTA” pada Rabu (14/6) di Gedung Kuliah Umum Prof. Dr. Sardjito UII itu dibuka dengan sambutan oleh Rektor UII Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D. dan Kepala BSKLN Dr. Yayan G. H. Mulyana.
Yayan G. H. Mulyana dalam sambutannya menekankan bahwa forum ini diharapkan dapat memfasilitasi masyarakat Indonesia dalam distribusi informasi terkait pelaksanaan, kendala, hingga capaian dalam proses kerja sama bilateral maupun multilateral RI.
“Forum Debriefing ini merupakan wadah atau platform bagi Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan RI dalam menyampaikan pertanggungjawaban publik bagi para Kepala Perwakilan RI yang telah menyelesaikan masa baktinya di luar negeri,” jelasnya.
Ditegaskan Yayan G. H. Mulyana, Indonesia EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE-CEPA) merupakan kesepakatan penting dan menguntungkan bagi Indonesia. Hal ini karena terdapat berbagai manfaat seperti perluasan akses pasar ke negara-negara EFTA dan peningkatan daya saing produk Indonesia, peningkatan investasi pelaku usaha dari negara-negara EFTA ke Indonesia (khususnya di sektor teknologi tinggi), peningkatan kapasitas di bidang standar pendidikan dan pelatihan, pemanfaatan EFTA sebagai pintu masuk produk Indonesia ke kawasan Uni Eropa, dan peningkatan kerja sama yang lebih luas untuk mengoptimalkan pemanfaatan perjanjian.
Sementara itu, Prof. Fathul Wahid menyebut bahwa pengalaman dari Kepala Perwakilan RI diharapkan dapat memberikan insight baru bagi khalayak luas. “Pengalaman dari Kepala Perwakilan Republik Indonesia di banyak negara, dan saya yakin itu sangat berharga karena yang tadinya menjadi pengetahuan yang tersirat menjadi tersurat, yang tadinya tasit menjadi eksplisit,” jelas Prof. Fathul Wahid.
Prof. Fathul Wahid menuturkan bahwa pasca pandemi yang menjalar di seluruh belahan bumi, terjadi banyak ketimpangan dalam berbagai sektor. “Semakin jelas ketika pandemi bahwa dunia ini timpang, ketimpangan ekonomi, ketimpangan kuasa politik, ketimpangan pengaruh, ini terjadi di semua pojok,” tuturnya.
Prof. Fathul Wahid berharap akses informasi terkait mekanisme negara dalam menangani isu-isu global dapat dinikmati berbagai kalangan masyarakat. “Apapun yang dilakukan oleh negara, bisa mengurangi masalah ini (ketimpangan) tidak hanya dalam konstelasi Indonesia dengan negara-negara lain, tapi juga di dalam negeri Indonesia, sehingga informasi-informasi yang relevan untuk warga, untuk khalayak, ini bisa terbagi untuk semuanya, terakses untuk semua orang,” pungkasnya.
Diplomasi Ekonomi Indonesia di Swiss
Pada sesi pemaparan materi, Duta Besar RI untuk Konfederasi Swiss sekaligus merangkap Kepangeranan Liechtenstein Periode 2018-2023, Dr. Muliaman D. Hadad, S.E., MPA., memaparkan singkat terkait diplomasi ekonomi. “Diplomasi Ekonomi ini atau economic diplomacy ini adalah upaya atau tools yang economic dan commercial tools teknik yang dipakai untuk mewujudkan cita-cita diplomasi kita, dengan tentu saja targetnya adalah lebih banyak kepada pencapaian target-target dalam bidang ekonomi,” paparnya.
Adanya kesepakatan-kesepakatan ekonomi disebut Muliaman D. Hadad sebagai salah satu upaya peningkatan daya saing Indonesia di pasar internasional. “Perjanjian seperti ini memberikan dorongan yang tidak kecil untuk mendorong competitiveness (daya saing) dari perekonomian kita,” jelasnya.
Terakhir, sustainable development menurut Muliaman D. Hadad adalah suatu isu yang sangat penting untuk dibahas ke dalam forum IE-CEPA. “Sustainable development itu menjadi sangat populer bahkan menjadi core dari berbagai macam negosiasi. Oleh karena itu banyak yang mengatakan the beauty dari IE-CEPA sebetulnya membawa isu-isu sustainability ini ke dalam perjanjian,” tandasnya.
Menanggapi materi yang telah dibahas, Sekretaris Eksekutif UII sekaligus Dosen PSHI UII, Hangga Fathana S.IP., B.Int.St., M.A., mengatakan bahwa implementasi pembangunan berkelanjutan adalah suatu unsur yang berkaitan erat dengan masa depan.
“Ini menjadi prasyarat setiap ekspor yang harus dilakukan oleh pihak kita, oleh perusahaan-perusahaan dari Indonesia, pengusaha-pengusaha dari negara kita, harus memenuhi unsur-unsur yang sustain, yang memperhatikan bagaimana pembangunan kita ini tidak hanya dilakukan untuk kepentingan memenuhi kebutuhan generasi kita, tetapi juga dipastikan tidak mengorbankan kepentingan generasi mendatang,” ucap Hangga Fathana.
Lebih lanjut, Hangga Fathana memberikan uraian singkat terkait perkembangan signifikan praktik diplomasi Indonesia. “Yang terjadi sekarang bukan lagi tradisionalis negara saja sebagai aktor tunggal, bukan juga diplomasi yang nation di mana aktor utamanya adalah Civil Society Organization, Non-Governmental Organization, maupun National Corporation, dan kemudian negara tidak punya daya paksa, tetapi yang terjadi justru kombinasi di antara keduanya, yaitu diplomasi inovatif di mana ada perspektif, ada nilai yang masuk, aktor yang terlibat begitu beragam, negara dan non negara”, terangnya.
Hal ini kemudian melahirkan kebijakan-kebijakan inovasi dalam rangka memajukan kepentingan kedua negara (Indonesia dan negara mitra). Pada gilirannya upaya ini akan menaikkan dan memperindah reputasi Indonesia di mata negara-negara sahabat. (JR/ESP)
Source: https://www.uii.ac.id/forum-debriefing-paparkan-capaian-diplomasi-indonesia-di-kancah-global/